BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Istilah abortus dipakai untuk
menunjukan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar
kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat
janin kurang dari 500 gram. Abortus yang berlangsung
tanpa tindakan disebut abortus spontan. Abortus buatan ialah pengakhiran
kehamilan sebelum 20 minggu akibat tindakan. Abortus terapeutik ialah abortus
buatan yang dilakukan atas indikasi medik.
Insiden abortus
sulit ditentukan karena kadang-kadang seorang wanita dapat mengalami abortus
tanpa mengetahui bahwa ia hamil, dan tidak mempunyai gejala yang hebat sehingga
hanya dianggap sebagai menstruasi yang terlambat (siklus memanjang). Terlebih
lagi insiden abortus kriminalis, sangat sulit ditentukan karena biasanya tidak
dilaporkan. Angka kejadian abortus dilaporkan oleh rumah sakit sebagai rasio
dari jumlah abortus terhadap jumlah kelahiran hidup. Di USA, angka kejadian
secara nasional berkisar antara 10-20%. Di Indonesia berdasarkan laporan rumah sakit,
seperti di RS Hasan Sadikin Bandung berkisar antara 18-19%.
B. Rumusan
Masalah
1. Definisi
atau pengerian abortus?
2. Penyebab
terjadinya abortus?
3. Klasifikasi
abortus apa saja? Jelaskan!
4. Macam-Macam
abortus serta tata cara mendiagnosis abortus?
5. Bagaimana
resiko atau patofisiologi abortus?
C. Tujuan
1. Mahasiswa
mampu menjelaskan pengertian atau definisi mengenai abortus.
2. Mahasiswa
mengetahui apa saja faktor-faktor yang dapat menyebabkan abortus serta
mahasiswa dapat menjelaskan kepada klien penyebab-penyebab abortus
3. Mahasiswa
dapat mengetahui klasifikasi abortus.
4. Mahasiswa
dapat mengetahui macam-macam abortus serta tata cara mendiagnosis dan
penangannanya.
5. Mahasiswa
dapat mengetahui bagaimana resiko atau patfisiologis yang dapat ditimbulkan
apabila mengalami abortus.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Abortus
Abortus adalah berakhirnya kehamilan atau
pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di dunia luar, tanpa
mempersoalkan penyebabnya. Sebagai batasan ialah umur kehamilan <20 minggu
atau berat badannya telah mencapai <500 gram.
Dibawah ini dikemukakan beberapa definisi para ahli
tentang abortus.
1. EASTMAN
:
Abortus adalah keadaan terputusnya suatu kehamilan
dimana fetus belum sanggup hidup sendiri di luar uterus. Belum sanggup
diartikan apabila fetus itu bertanya terletak antara 400-1000 gram, atau usia
kehamilan kurang dari 28 minggu.
2. JEFFCOAT
:
Abortus adalah pengeluaran darihasil konsepsi
sebelum usia kehamilan 28 minggu, yaitu fetus belum viable by law.
3. HOLMER :
Abortus adalah terputusnya kehamilan sebelum minggu
ke 16, dimana proses plasentasi belum selesai.
B. Penyebab
Abortus
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya
abortus, yaitu:
1. Faktor
janin
Kelainan yang paling sering dijumpai pada abortus
adalah gangguan pertumbuhan zigot, embrio, janin atau plasenta. Kelainan
tersebut biasanya menyebabkan abortus pada trimester pertama, yakni:
a. Kelainan
telur, telur kosong (blighted ovum), kerusakan embrio, atau kelainan kromosom
(monosomi, trisomi, atau poliploidi)
b. Embrio
dengan kelinan lokal
c. Abnormalitas
pembentukan plasenta
2. Faktor
Ibu
a. Usia
ibu
Dalam kurun reproduksi
sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-30
tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia di bawah 20
tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi daripada kematian maternal yang terjadi
pada usia 20-29 tahun. Kematian maternal meningkat kembali sesudah usia 30-35
tahun. Ibu-ibu yang terlalu muda seringkali secara emosional dan fisik belum
matang, selain pendidikan pada umumnya rendah, ibu yang masih muda masih
tergantung pada orang lain.
Keguguran sebagian
dilakukan dengan sengaja untuk menghilangkan kehamilan remaja yang tidak
dikehendaki. Keguguran sengaja yang dilakukan oleh tenaga nonprofesional dapat
menimbulkan akibat samping yang serius seperti tingginya angka kematian dan
infeksi alat reproduksi yang pada akhirnya dapat menimbulkan kemandulan.
Abortus yang terjadi pada remaja terjadi karena mereka belum matured dan mereka belum memiliki sistem
transfer plasenta seefisien wanita dewasa.
Abortus dapat terjadi
juga pada ibu yang tua meskipun mereka telah berpengalaman, tetapi kondisi
badannya serta kesehatannya sudah mulai menurun sehingga dapat memengaruhi
janin intra uterine.
b. Jarak
hamil dan bersalin terlalu dekat
Jarak
kehamilan kurang dari 2 tahun dapat menimbulkan pertumbuhan janin kurang baik,
persalinan lama dan perdarahan pada saat persalinan karena keadaan rahim belum
pulih dengan baik. Ibu yang melahirkan anak dengan jarak yang sangat berdekatan
(di bawah dua tahun) akan mengalami peningkatan risiko terhadap terjadinya
perdarahan pada trimester III, termasuk karena alasan plasenta previa, anemia
dan ketuban pecah dini serta dapat melahirkan bayi dengan berat lahir rendah.
c. Paritas
ibu
Anak lebih
dari 4 dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan janin dan perdarahan saat
persalinan karena keadaan rahim biasanya sudah lemah. Paritas 2-3 merupakan
paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal. Paritas 1 dan
paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi.
Lebih tinggi paritas, lebih tinggi kematian maternal. Risiko pada paritas 1
dapat ditangani dengan asuhan obstetrik lebih baik, sedangkan risiko pada
paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan keluarga berencana. Sebagian
kehamilan pada paritas tinggi adalah tidak direncanakan.
d. Riwayat
kehamilan yang lalu
Menurut
Malpas dan Eastman kemungkinan terjadinya abortus lagi pada seorang wanita
ialah 73% dan 83,6%. Sedangkan, Warton dan Fraser dan Llewellyn Jones memberi
prognosis yang lebih baik, yaitu 25,9% dan 39% (Wiknjosastro, 2007).
3. Faktor
maternal
a. Infeksi
Infeksi maternal dapat membawa risiko bagi janin
yang sedang berkembang, terutama pada akhir trimester pertama atau awal
trimester kedua. Tidak diketahui penyebab kematian janin secara pasti, apakah
janin yang menjadi terinfeksi taukah toksin yang dihasilkan oleh mikroorganisme
penyebabnya.
Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan abortus:
·
Virus: misalnya rubella,
sitomegalovirus, virus herpes simpleks, varicella zoster, vaccinia, campak,
hepatitis, polio, dan ensefalomeilitis
·
Bakteri: misalnya salmonella typhi
·
Parasit: misalnya toxoplasma gondii,
plasmodium
b. Penyakit
vaskular, misalnya hipertensi vaskular
c. Kelainan
endokrin, abortus dapat terjadi bila produksi progesteron tidak mencukupi atau
pada penyakit disfungsi tiroid; difisiensi insulin
d. Faktor
imunologis yaitu ketidak cocokan (inkompatibilitas) sistem HLA (Human Leucocyte
antigen)
e. Trauma,
kasusnya jarang terjadi, umumnya abortus terjadi segera setelah trauma
tersebut, misalnya taruma akibat pembedahan:
·
Pengangkatan ovarium yang mengandung
korpus luteum graviditatum sebelum minggu ke 8
·
Pembedahan intra abdominal dan operasi
pada uterus pada saat hamil
f. Kelainan
uterus seperti hipoplasia uterus, mioma (terutama mioma submukosa), serviks
inkompeten atau retroflexio uteri gravidi incacerata
C. Klasifikasi
Abortus
Abortus dapat dibagi atas dua golongan:
1. Abortus
Spontan
Abortus Spontan adalah keluarnya hasil konsepsi
tanpa intervensi medis maupun mekanis.
Macam-macam abortus spontan, diantaranya yaitu :
2. Abortus
buatan, Abortus provocatus (disengaja, digugurkan)
a. Abortus
terapeutik/ Meidis (Abortus Provocatus Artificalis atau Abortus Theraputicus)
Abortus terapeutik adalah pengguguran kandungan
buatan yang dilakukan atas indikasi medis, pertimbangan medis yang matang dan
tidak tergesa-gesa. Indikasi abortus untuk kepentingan ibu, misalnya: penyakit
jantung, hipertensi esensial, dan karsinoma serviks. Keputusan ini ditenttukan
oleh tim ahli yang terdiri dari dokter ahli kebidanan, penyakit dalam dan
psikiatri, atau psikolog.
b. Abortus
buatan kriminal (Abortus provocatus criminalis)
Abortus buatan kriminal atau disengaja adalah
pengakhiran kehamilan sebelum usia kandungan 28 minggu sebagai suatu akibat
tindakan yang disengaja dan disadari oleh calon ibu maupun si pelaksana aborsi
(dukun bayi, bidan atau dokter).
D. Macam-macam
Abortus
1. Abortus
Iminens
Abortus iminens sering juga disebut
dengan keguguran membakat dan akan terjadi jika ditemukan perdarahan pada
kehamilan muda, namun pada test kehamilan masih menunjukan hasil yang positif .
Diagnosis abortus iminens biasanya
diawali dengan keluhan perdarahan pervaginam pada umur kehamilan kurang dari 20
minggu. Penderita mengeluh mulas sedikit atau tidak ada keluhan sama sekali
kecuali perdarahan pervaginam. Ostium uteri masih tertutup besarnya uterus
masih sesuai dengan umur kehamilan dan tes kehamilan urin masih positif. Untuk
menentukan prognosis abortus iminens dapat dilakukan dengan cara melihat kadar
hormon hCG pada urin dengan cara melakukan test urin kehamilan menggunakan urin
tanpa pengenceran dan pengenceran 1/10. Bila hasil test urin masih positif
keduanya maka prognosisnya adalah baik, bila pengenceran 1/10 hasilnya negatif
maka prognosisnya harus dilakukan kuretase karena hal tersebut menandakan
abortus sudah terjadi.
Pengelolaan penderita ini sangat
bergantung pada informed consent yang diberikan. Bila ibu masih menghendaki
kehamilan tersebut, maka pengelolaan harus maksimal untuk mempertahankan
kehamilan ini. Pemeriksaan USG diperlukan untuk mengetahui pertumbuhan janin
yang ada dan mengetahui keadaan plasenta apakah sudah terjadi pelepasan atau
belum. Diperhatikan ukuran biometri janin atau kantong gestasi apakah sudah
sesuai dengan umur kehamilan berdasarkan HPHT. Denyut jantung janin dan gerakan
janin diperhatikan disamping ada tidaknya hematoma retroplasenta atau pembukaan
karnalis servikalis. Pemeriksaan USG dapat dilakukan baik secara transabdominal
maupun transvaginal. Pada uSG transabdominal jangan lupa pasien harus tahan
kencing terlenih dahulu untuk mendapatkan acoustic window yang baik agar
rincian hasil USG dapat jelas.
2. Abortus
Insipiens (Keguguran sedang berlangsung)
Abortus insipiens adalah abortus
yang sedang mengancam yang ditandai dengan serviks telah mendatar dan ostium
uteri telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri dan
dalam proses pengeluaran.
Penderita akan measa mulas karena
kontraksi yang sering dan kuat, perdarahannya bertambah sesuai dengan pembukaan
srviks uterus dan umur kehamilan. Besar uterus masih sesuai dengan umur
kehamilan dengan test urin kehamilan masih positif. Pada pemeriksaan USG akan
didapati pembesaran uterus yang masih sesuai dengan umur kehamilan, gerak janin
dan gerak jantung janin masih jelas walau mungkin sudah mulai tidak normal,
biasanya terlihat penipisan serviks uterus atau pembukaannya. Perhatikan pula
ada tidaknya pelepasan plasenta dari dinding uterus.
Pengelolan penderita ini harus
memperhatikan keadaan umum dan perubahan keadaan hemodinamik yang terjadi dan
segera lakukan tindakan evakuasi/pengeluaran hasil konsepsi disusul dengan
kuretase bila perdarahan banyak. Pada umur kehamilan di atas 12 minggu, uterus
biasanya sudah melebihi telur angsa tindakan evakuasi dan kuretase harus
hati-hati, kalau perlu dilakukan evakuasi dengan cara digital yang kemudian
disusul dengan tindakan kuretase sambil diberikan uterotonika. Hal ini
diperhatikan untuk mencegah terjadinya perforasi pada dinding uterus.
3. Abortus
Kompletus
Seluruh hasil konsepsi telah keluar
dari kavum uteri pada kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang
dari 500 gr.
Semua hasil konsepsi telah
dikeluarkan, osteum uteri telah menutup, uterus sudah mengecil sehingga
perdarahan sedikit. Besar uterus tidak sesuai dengan umur kehamilan.
Pemeriksaan USG tidak perlu dilakukan bila pemeriksaan secara klinis sudah
memadai. Pada pemeriksaan test urin biasanya masih positif 7-10 hari setelah
abortus.
Pengelolaan penderita tidak
memerlukan tindakan khusus ataupun pengobatan. Biasanya hanya diberi roboransia
atau hematenik bila keadaan pasien memerlukan.
4. Abortus
Inkompletus
Abortus inkompletus adalah sebagain
konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan masih ada yang tertinggal. Tanda
pasien dalam abortus tipe ini adalah jika terjadi perdarahan per vagina
disertai pengeluaran janin tanpa pengeluaran desidua atau plasenta. Gejala yang
menyertai adalah amenorea, sakit perut karena kontraksi, perdarahan yang
keluara bisa banyak atau sedikit. Pada pemeriksaan dalam ditemukan ostium yang
terbuka dan kadang masih teraba jaringan, serta ukuran uterus yang lebih kecil
dari usia kehamilannya.
Jika terdapat tanda-tanda syok,
maka atasi terlebih dahulu dengan pemberian tranfusi darah dan cairan, kemudian
keluarkan jaringan secepatnya dengan metode digital (menggunakan dua jari) atau
kuretase, dan selanjutnya berikan obat-obatan uterotonika dan antibiotik.
5. Missed
Abortion
Abortus yang ditandai dengan embrio
atau fetus telah meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan
hasil konsepsi seluruhnya masih tertahan dalam kandungan. Fetus yang meninggal
ini bisa keluar dengan sendirinya dalam 2-3 bulan sesudah fetus mati, bisa
direbsobsi kembali sehingga hilang, bisa terjadi mengering dan menipis yang
disebut fetus papyraceus atau bisa jadi mola kamosa, dimana fetus yang sudah
mati 1 minggu akan mengalami degenerasi dan air ketubannya diresorbsi.
Gejalanya dijumpai aminorea, perdarahan
sedikit-sedikit yang berulang pada permulaannya, serta selama observasi fundus
tidak bertambah tinggi, malah tambah rendah. Kalu tadinya ada gejala-gejala
kehamilan, belakangan menghilang, diiringi dengan reaksi kehamilan yang menjadi
negatif pada 2-3 minggu sesudah fetus mati. Pada pemeriksaan dalam, serviks
tertutup dan ada darah sedikit. Sekali-sekali pasien merasa perutya dingin atau
kosong.
Pengelolaan missed abortion yaitu
dengan memberikan obat dengan maksud agar terjadi his sehingga fetus dan
desidua dapat dikeluarkan, kalu tidak berhasil lakukan dilatasi dan kuretase.
Dapat juga dilakukan histerotomia anterior. Hendaknya pada penderita juga
diberikan toika dan antibiotika.
Komplikasi yang dapat timbul hipo
atau afibrinogenemia. Fetus yang sudah mati begitu melekatnya pada rahim
sehigga sulit sekali untuk dilakukan kuretase.
6. Abortus
Habitualis
Abortus habitualis adalah abortus
spontan yang etrjadi 3 kali atau lebih secara berturut-turut. Penderita abortus
habitualis umumnya tidak sulit untuk menjadi hamil kembali, tetapi kehamilannya
berakhir dengan keguguran atau abortus secara berturut-turut. Penyebab abortus
habitualis selain faktor anatomis banyak yang mengaitkannya dengan rekasi
imunologik yaitu kegagalan reaksi antigen lymphocye
trophoblast cross reactive (TLX). Bila reaksi terhadap antigen ini rendah
atau tidak ada, maka akan terjadi abortus. Kelaianan ini dapat diobati dengan
tranfusi leukosit atau heparinisasi. Akan tetapi, dekade terakhir menyebutkan
perlunya mencari penyebab abortus ini secara lengkap sehingga dapat diobati
sesuai dengan penyebabnya.
Salah satu penyebab yang sering
dijumpai ialah inkompetensia serviks yaitu keadaan dimana serviks uterus tidak dapat
menerima beban untuk tetap bertahan menutup setelah kehamilan melewati
trimester pertama, dimana ostium serviks akan membuka tanpa disertai rasa mules
atau kontraksi rahim dan akhirnya terjadi pengeluaran janin. Kelainan ini
sering disebabkan oleh trauma serviks pada kehamilan sebelumnya, misalnya pada
tindakan usaha pembukaan serviks yang berlebihan, robekan serviks yang luas
sehingga diameter kanalis servikalis sudah melebar.
Diagnosis inkompetensia serviks
tidak sulit dengan anamnesis yang cermat. Dengan pemeriksaan dalam atau
inspekulo kita bisa menilai diameter kanalis servikalis dan didapati selaput
ketuban yang mulai menonjol pada saat mulai memasuki trimester kedua. Diameter
ini melebihi 8 mm. Untuk itu, pengelolaan inkompetensia serviks dianjurkan
untuk periksa hamil seawal mungkin dan bila dicurigai adanya inkompetensia
serviks harus dilakukan tindakan untuk memberikan fiksasi pada serviks agar
dapat menerima beban dengan berkembangnya umur kehamilan. Operasi dilakukan
pada umur kehamilan 12-14 minggu dengan cara SHIRODKAR atau McDONALD dengan
melingkari kanalis servikalis dengan benang sutra yang tebal dan simpul baru
dibuka setelah umur kehamilan aterm dan bayi siap dilahirkan.
7. Abortus
Infeksiosus, Abortus Septik
Abortus infeksiosus ialah abortus
yang disertai infeksi pada alat genetalia. Abortus septik ialah abortus yang
disertai penyebaran infeksi pada peredaran darah tubuh atau peritoneum
(seprikemia atau peritonitis).
Kejadian ini merupakan salah satu komplikasi
tindakan abortus yang paling sering terjadi apalagi bila dilakukan kurang
memperhatikan asepsis dan antisepsis. Abortus infeksiosus dan abortus septik
perlu segera mendapatkan pengelolaan yang adekuat karena dapat terjadi infeksi
yang lebih luas selain di sekitar alat genetalia juga ke rongga perinium,
bahkan da\pat ke seluruh tubuh dan dapat jatuh kedalam syok septik.
Diagnosis ditegakkan dengan
anamnesis yang cermat tentang upaya tindakan abortus yang tidak menggunakan
peralatan yang asepsis dengan didapat gejala dan tanda panas tinggi, tampak
sakit dan lelah, takikardia, perdarahan pervaginam yang berbau, uterus yang
membesar dan lembut, serta nyeri tekan. Pada laboratorium didapatkan tanda infeksi
dengan leukositosis. Bila sampai terjadi sepsis dan syok, penderita akan tampak
lelah, panas tinggi, menggigil, dan tekanan darah turun.
Pengelolaan pasien ini harus
mempertimbangkan keseimbangan cairan tubuh dan perlunya pemberian antibiotika
yang adekuat sesuai dengan hasil kultur dan sensitivitas kuman yang diambil
dari darah dan cairan fluksus yang keluar pervaginam.
Tindakan uretase dilaksanakan bila
keadaan tubuh sudah membaik minimal 6 jam setelah antibiotika adekuat
diberikan. Jangan lupa pada saat tindakan uterus dilindungi dengan uterotonika.
E. Patofisiologis
Abortus
Kebanyakan abortus spontan terjadi
segera setelah kematian janin yang kemudian diikuti dengan perdarahan ke dalam
desidua basalis, lalu terjadi perubahan-perubahan nekrotik pada daerah
implantasi, infiltrasi sel-sel peradangan akut, dan akhirnya perdarahan
pervaginam. Buah kehamilan terlepas seluruhnya atau sebagian yang
diinterpretasikan sebagabenda asing dalam rongga rahim. Hal ini menyebabkan
kontraksi uterus dimulai, dan segera setelah
itu terjadi pendorongan benda asing itu keluar rongga rahim (ekspulsi). Perlu
ditekankan bahwa pada abortus spontan, kematian embrio biasanya terjadi paling
lama 2 minggu sebelum perdarahan. Oleh karena itu, pengobatan untuk
mempertahankan janin tidak ayak dilakukan jika telah terjadi perdarahan banyak
karena abortus tidak dapat dihindari.
Sebelum minggu ke 10, hasil
konsepsi biasanya dikeluarkan dengan lengkap. Hal ini disebabkan sebelum minggu
ke 10 vili korialis belum menanamkan diri dengan erat ke dalam desidua hingga
telur mudah terlepas keseluruhannya. Antara minggu ke 10-12 korion tumbuh
dengan cepat dan hubungan vili korialis dengan desidua makin erat hingga mulai
saat tersebut sering sisa-sisa korion (plasenta) tertinggal kalau terjadi abortus.
Sedangkan secara hukum aborsi
buatan belum diizinkan kecuali atas alasan medis untuk penyelamatan jiwa ibu
(UU Kesehatan No.23/1992 ayat 15), sebagian besar pengguguran kandungan
dilakukan sembunyi-sembunyi dan dengan cara berbahaya. Sekitar 70% kasus meminta
aborsi buatan ternyata adalah perempuan dalam status menikah dan diperkirakan
10-15% meninggal akibat aborsi yang tidak aman.
Pada
saat melakukan aborsi dan setelah melakukan aborsi ada beberapa resiko yang
akan dihadapi seorang perempuan, seperti yang dijelaskan dalam buku Facts of Life yang ditulis oleh Brian
Clowes, P.hD., yaitu sebagai berikut :
a. Kematian
mendadak karena pendarahan hebat
b. Kematian
mendadak karena pembiusan yang gagal
c. Kematian
secara lambat akibat infeksi serius disekitar kandungan
d. Rahim
yang robek (uterine perforation)
e. Kerusakan
serviks (cervical lacerations) yang
akan menyebabkan cacatan anak berikutnya
f. Kanker
payudara (karena ketidakseimbangan hormon estrogen pada perempuan)
g. Kanker
indung telur (ovarian cancer)
h. Kanker
serviks (cervical cancer)
i.
Kanker hati (liver cancer)
j.
Kelainan pada plasenta/ari-ari (plasenta previa) yang akan menyebabkan
cacat pada anak berikutnya dan pendarahan hebat pada saat kehamilan berikutnya
k. Menjadi
mandul atau tidak mampu memiliki keturunan lagi (kehamilan ektopik)
l.
Infeksi rongga panggul (pelvic inflammatory disease)
m. Infeksi
pada lapisan rahim (endometriosis)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Abortus adalah berakhirnya kehamilan atau
pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di dunia luar, tanpa
mempersoalkan penyebabnya. Sebagai batasan ialah umur kehamilan <20 minggu
atau berat badannya telah mencapai <500 gram.
Abortus dapat dibagi atas dua golongan:
a. Abortus
Spontan
Macam-macam abortus spontan, diantaranya yaitu :
a. Abortus
Iminens
Diagnosa atau tanda-tanda abortus iminens :
·
Perdarahan sedikit
·
Nyeri memilin karena kontraksi tidak ada
atau sedikit sekali
·
Serviks tertutup atau belum adanya
pembukaan
·
Uterus sesuai dengan usia kehamilannya
·
Keram perut bagian bawah dan uterus
lunak
b. Abortus
Insipiens (Keguguran sedang berlangsung)
·
Perdarahan banyak, kadang keluar
gumpalan darah
·
Nyeri karena kontraksi rahim yang kuat
·
Uterus sesuai usia kehamilan
·
Serviks terbuka akibat kontraksi rahim
tetapi belum terjadi pengeluaran hasil konsepsi
c. Abortus
Kompletus
·
Perdarahan sedikit atau berangsur
berkurang
·
Serviks tertutup kembali
·
Uterus lebih kecil dari usia gestasi
d. Abortus
Inkompletus
·
Perdarahan banyak dan berlangsung terus
karena terjadi pengeluaran jaringan.
·
Sering serviks tertap terbuka karena
masih ada benda di dalam rahim yang dianggap corpus allienum, maka uterus akan
berusaha mengeluarkannya dengan mengadakan kontraksi. Tetapi kalau keadaan ini
dibiarkan lama, maka serviks akan menutup kembali.
·
Uterus sesuai usia kehamilan
·
Terjadi kram atau nyeri perut bagian
bawah, belum terjadi pengeluaran hasil konsepsi
e. Missed
Abortion
·
Rahim tidak membesar, malahan mengecil
karena absorpsi air ketuban
·
Buah dada mengecil kembali
·
Ammenorhea berlangsung terus
·
Perdarahan sedikit-sedikit yang berulang
pada permulaannya
f. Abortus
Habitualis
·
Keguguran berturut turut selama lebih
dari tiga kali.
g. Abortus
Infeksiosus, Abortus Septik
b. Abortus
buatan, Abortus provocatus (disengaja, digugurkan)
a. Abortus
terapeutik/ Meidis (Abortus Provocatus Artificalis atau Abortus Theraputicus)
b. Abortus
buatan kriminal (Abortus provocatus criminalis)
Resiko
yang akan dihadapi seorang perempuan pada saat melakukan aborsi dan setelah
melakukan aborsi, seperti yang dijelaskan dalam buku Facts of Life yang ditulis oleh Brian Clowes, P.hD., yaitu sebagai
berikut :
a. Kematian
mendadak karena pendarahan hebat
b. Kematian
mendadak karena pembiusan yang gagal
c. Kematian
secara lambat akibat infeksi serius disekitar kandungan
d. Rahim
yang robek (uterine perforation)
e. Kerusakan
serviks (cervical lacerations) yang
akan menyebabkan cacatan anak berikutnya
f. Kanker
payudara (karena ketidakseimbangan hormon estrogen pada perempuan)
g. Kanker
indung telur (ovarian cancer)
h. Kanker
serviks (cervical cancer)
i.
Kanker hati (liver cancer)
j.
Kelainan pada plasenta/ari-ari (plasenta previa) yang akan menyebabkan
cacat pada anak berikutnya dan pendarahan hebat pada saat kehamilan berikutnya
k. Menjadi
mandul atau tidak mampu memiliki keturunan lagi (kehamilan ektopik)
l.
Infeksi rongga panggul (pelvic inflammatory disease)
m. Infeksi
pada lapisan rahim (endometriosis)
B. Saran
Di indonesia banyak remaja yang sudah melakukan
hubungan seksual diluar nikah dan mereka apabila sudah hamil mereka memilih
untuk mengugurkan kehamilannya atau abortus. Abortus dapat dilakukan secara
aman bila dilakukan oleh dokter atau bidan berpengalaman. Sebaliknya, abortus
tidak aman bila dilakukan oleh dukun ataupun dengan cara-cara yang tidak lazim.
Abortus dapat berdampak negatif bagi yang melakukannya. Oleh karena itu secara
hukum abortus di indonesia haram hukumnya kecuali dengan alasan-alasan medis
untuk penyelamatan jiwa ibu. Di indonesia memang belum ada data yang akurat
mengenai masalah abortus, akan tetapi berdasarkan data-data yang ada dari
berbagai penelitian bahwa aborsi buatan merupakan masalah yang serius yang
sepertinya tidak dapat diselesaikan oleh karena itu pemerintah harus
mengupayakan atau mensosialisasikan sistem kb atau keluarga berencana atau
sistem alat kontrasepsi agar tidak banyak lagi yang abortus di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Prawirohardjo, Sarwono.
2010 (Edisi Keempat cetakan ketiga). Ilmu
Kebidanan. Jakarta; PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Hal : 467-473
2.
Sulistiyawati, Ari. 2009.
Asuhan Kebidanan Pada Masa Kehamilan. Jakarta;
Salemba Medika. Hal : 149-150
3.
Kumalasari, Intan. 2012. Kesehatan Reproduksi Untuk Mahasiswa
Kebidanan dan Keperawatan. Jakarta; Salemba Medika. Hal : 62-65
4.
Ben-zion Taber, M.D (Ahli
Bahasa : dr. Teddy Supriyadi, dr. Johanes Gunawan). Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi. 1994. Jakarta;
ECG. Hal : 56-73
5.
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri. Jakarta; ECG. Hal :
209-215
6.
Martaadisoebrata,
Djamhoer, dkk. 2005. Obstetri Patologi. Jakarta;
ECG. Hal : 1-9
Tidak ada komentar:
Posting Komentar