Tingkat Kecerdasan Otak
Pada
dasarnya dalam kamus besar Bahasa Indonesia Tingkat adalah susunan yang
berlapis-lapis atau berlenggok-lenggok seperti lenggek rumah, atau suatu
kualitas atau keadaan lebih tinggi atau lebih rendah dalam hubungan dengan
titik tertentu (Depdikbud, 1994). Sedangkan Kecerdasan adalah kesempurnaan
perkembangan akal budi seperti, kepandaian, ketajaman pikiran. Sejalan dengan
itu Binet (dalam (Stein, 2003) menyatakan bahwa kecerdasan adalah sebuah proses
terpadu yang melibatkan pertimbangan, pemecahan masalah dan penalaran. Dalam
proses pembelajaran siswa di sekolah banyak aspek yang berperan dan ikut
memberikan sumbangan terhadap keberhasilan penularan kemampuan yang berupa ilmu
pengetahuan yang bersifat teoritis dan ketrampilan yang bersifat praktis.
Kemampuan ilmu pengetahuan berhubungan dengan kemampuan intelegensi atau daya jiwa (ingatan, perasaan, perhatian, minat dan sebagainya). Kemampuan ketrampilan berhubungan dengan aktifitas fisik, melakukan sesuatu atau berbuat sesuatu dengan segala kesadarannya. Tingkat kecerdasan siswa merupakan salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam proses pembelajaran. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Bahri (2000) yang menyatakan bahwa:
“Intelegensi merupakan daya untuk menyesuaikan diri secara mudah dengan keadaan baru dengan menggunakan bahan-bahan pikiran yang ada menurut tujuannya”.
Selanjutnya Whitherington (1984) mengatakan bahwa:
“Seorang dikatakan integensi apabila orang yang bersangkutan mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan cepat, tanpa mengalami masalah”.
Berdasar kedua pendapat di atas, kemampuan untuk menyesuaikan diri merupakan inti dari intelegensi. Sedangkan perbuatan intelegen bercirikan kecepatan, membutuhkan pemusatan perhatian dan menghindarkan perasaan yang mengganggu jalannya pemecahan masalah yang sedang dihadapi. Kemudian Djamarah (2000) mengemukakan bahwa intelegensi merupakan:
a. The ability to meet and adapt to novel situations quickly and effectively.
b. The ability to utilize abstract can cepts effectively
c. The ability to grasp relationship and to quickly
Jadi dapat dipahami intelegensi adalah kemampuan untuk memahami dan beradaptasi dengan situasi yang baru dengan cepat dan efektif, kemampuan untuk menggunakan konsep yang abstrak secara efektif dan kemampuan untuk memahami hubungan dengan cepat.
Untuk mengetahui tingkat kecerdasan (tinggi-rendahnya intelegensi) seseorang, dikembangkan instrumen yang dikenal dengan “Tes Intelegensi” dengan menggunakan pedoman perbandingan tetap antara umur logis dengan umur mental seseorang. Dengan ini intelegensi ditunjukkan dengan perbandingan kecerdasan atau disebut dengan istilah “Intelligence Quotient” yang biasa disebut IQ. IQ adalah ukuran kemampuan intelektual, logika, dan konsep seseorang. Dengan demikian, hal ini berkaitan dengan ketrampilan berbicara, kesadaran akan ruang, kesadaran akan sesuatu yang tampak.
IQ mengukur kecepatan kita untuk mempelajari hal-hal baru, memusatkan perhatian pada aneka tugas dan latihan, menyimpan dan mengingat kembali informasi objektif, terlibat dalam proses berpikir, bekerja dengan angka, berpikir abstrak dan analitis, serta memecahkan permasalahan dengan menerapkan pengetahuan yang telah ada sebelumnya. Jika IQ kita tinggi, angka rata-ratanya 100, kita memiliki modal yang sangat baik untuk lulus dari semua jenis ujian dengan gemilang, dan (bukan kebetulan) meraih nilai yang baik dalam ujian. Sejalan dengan pengertian di atas Salovey dan Mayer (dalam Stein, 2003) menyatakan:
“IQ adalah kemampuan untuk mengenali perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan untuk membantu pikiran, memahami perasaan dan maknanya, mengendalikan perasaan secara mendalam sehingga membantu perkembangan emosi dan intelektual”.
Berhubungan dengan intelegensi ini, dampak perkembangan selanjutnya banyak para ahli membuat klasifikasi intelegensi manusia. Gairison (dalam Azwar, 1996) mengklasifikasikan tingkat kecerdasan pada Tabel 2.1. Sedangkan Wart dan Marquis (1995) telah mengemukakan klasifikasi intelegensi pada tabel berikut:
Kemampuan ilmu pengetahuan berhubungan dengan kemampuan intelegensi atau daya jiwa (ingatan, perasaan, perhatian, minat dan sebagainya). Kemampuan ketrampilan berhubungan dengan aktifitas fisik, melakukan sesuatu atau berbuat sesuatu dengan segala kesadarannya. Tingkat kecerdasan siswa merupakan salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam proses pembelajaran. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Bahri (2000) yang menyatakan bahwa:
“Intelegensi merupakan daya untuk menyesuaikan diri secara mudah dengan keadaan baru dengan menggunakan bahan-bahan pikiran yang ada menurut tujuannya”.
Selanjutnya Whitherington (1984) mengatakan bahwa:
“Seorang dikatakan integensi apabila orang yang bersangkutan mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan cepat, tanpa mengalami masalah”.
Berdasar kedua pendapat di atas, kemampuan untuk menyesuaikan diri merupakan inti dari intelegensi. Sedangkan perbuatan intelegen bercirikan kecepatan, membutuhkan pemusatan perhatian dan menghindarkan perasaan yang mengganggu jalannya pemecahan masalah yang sedang dihadapi. Kemudian Djamarah (2000) mengemukakan bahwa intelegensi merupakan:
a. The ability to meet and adapt to novel situations quickly and effectively.
b. The ability to utilize abstract can cepts effectively
c. The ability to grasp relationship and to quickly
Jadi dapat dipahami intelegensi adalah kemampuan untuk memahami dan beradaptasi dengan situasi yang baru dengan cepat dan efektif, kemampuan untuk menggunakan konsep yang abstrak secara efektif dan kemampuan untuk memahami hubungan dengan cepat.
Untuk mengetahui tingkat kecerdasan (tinggi-rendahnya intelegensi) seseorang, dikembangkan instrumen yang dikenal dengan “Tes Intelegensi” dengan menggunakan pedoman perbandingan tetap antara umur logis dengan umur mental seseorang. Dengan ini intelegensi ditunjukkan dengan perbandingan kecerdasan atau disebut dengan istilah “Intelligence Quotient” yang biasa disebut IQ. IQ adalah ukuran kemampuan intelektual, logika, dan konsep seseorang. Dengan demikian, hal ini berkaitan dengan ketrampilan berbicara, kesadaran akan ruang, kesadaran akan sesuatu yang tampak.
IQ mengukur kecepatan kita untuk mempelajari hal-hal baru, memusatkan perhatian pada aneka tugas dan latihan, menyimpan dan mengingat kembali informasi objektif, terlibat dalam proses berpikir, bekerja dengan angka, berpikir abstrak dan analitis, serta memecahkan permasalahan dengan menerapkan pengetahuan yang telah ada sebelumnya. Jika IQ kita tinggi, angka rata-ratanya 100, kita memiliki modal yang sangat baik untuk lulus dari semua jenis ujian dengan gemilang, dan (bukan kebetulan) meraih nilai yang baik dalam ujian. Sejalan dengan pengertian di atas Salovey dan Mayer (dalam Stein, 2003) menyatakan:
“IQ adalah kemampuan untuk mengenali perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan untuk membantu pikiran, memahami perasaan dan maknanya, mengendalikan perasaan secara mendalam sehingga membantu perkembangan emosi dan intelektual”.
Berhubungan dengan intelegensi ini, dampak perkembangan selanjutnya banyak para ahli membuat klasifikasi intelegensi manusia. Gairison (dalam Azwar, 1996) mengklasifikasikan tingkat kecerdasan pada Tabel 2.1. Sedangkan Wart dan Marquis (1995) telah mengemukakan klasifikasi intelegensi pada tabel berikut:
Tabel 1. Distribusi IQ untuk Kelompok Standarisasi Tes Binet
IQ
|
Presentasse
|
Klasifikasi
|
1
|
2
|
3
|
160-169
|
0,03
|
Sangat
superior
|
150-139
|
0,20
|
|
140-149
|
1,10
|
|
130-139
|
3,10
|
Superior
|
120-129
|
8,20
|
|
110-119
|
18,10
|
Rata-rata
tinggi
|
100-109
|
23,50
|
Rata-rata/normal
|
90-99
|
13,00
|
|
80-89
|
14,50
|
Rata-rata
rendah
|
70-79
|
5,60
|
Batas
lemah
|
60-69
|
2,00
|
Lemah
mental
|
50-59
|
0,40
|
|
40-49
|
0,20
|
|
30-39
|
0,03
|
Sumber:
Gairison (dalam Azwar 1996).
Tabel 2.
Distribusi IQ untuk Kelompok Standarisasi Tes Baylley
Kelas Interval Skor IQ
|
Klasifikasi
|
140 – ke atas
|
Genius (luar biasa)
|
110 – 139
|
Very superior (amat cerdas)
|
110 – 119
|
Superior (cerdas)
|
90 – 109
|
Normal (overage)
|
80 – 89
|
Dull (bodoh)
|
70 – 79
|
Border line (batas potensi)
|
50 – 69
|
Morrons (debiel)
|
30 – 49
|
Embicile (embisil)
|
Di bawah 30
|
Idiot
|
Sumber: Sumanto (1994)
Melihat data hasil intelegensi, kita dapat menggunakan tabel klasifikasi di atas sebagai acuan dasar untuk mengetahui tingkat kecerdasan siswa, selanjutnya dapat mengelompokkan kemampuan intelegensi siswa sebagai data penelitian. Meskipun masih ada beberapa psikolog meragukan hasil tes intelegensi karena memandang alat tes atau alat ukur yang digunakan untuk mengetahui IQ seseorang belum cermat, maksudnya tes untuk mengukur intelegensi akademik dan tes untuk mengukur intelegensi praktis seharusnya menggunakan alat ukur yang berbeda. Namun hasil tes itu cukup untuk memberikan gambaran pada kita kemampuan IQ siswa, ditinjau dari segi kemampuan akademik saat ini.
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa tingkat intelegensi siswa yang satu dengan siswa yang lain berbeda-beda. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi intelegensi seseorang sehingga terdapat perbedaan intelegensi seseorang dengan yang lain adalah:
a. Pembawaan, yaitu sifat-sifat dan ciri-ciri yang dibawa sejak lahir, kenyataan menunjukkan ada siswa yang pintar dan ada siswa yang bodoh, meskipun menerima pelajaran yang sama.
b. Kematangan, yaitu kematangan yang berupa fisik maupun psikis, dapat dikatakan matang jika telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsi masing-masing.
c. Pembentukan, ialah segala keadaan di luar diri siswa yang mempengaruhi perkembangan intelegensinya, disengaja atau tidak.
d. Minat dan pembawaan yang leka, yakni dorongan-dorongan yang menuntun manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar.
e. Kebebasan, artinya manusia bebas memilih metode atau bebas memilih masalah sesuai dengan kebutuhan (Ngalim, 1990).
Dengan demikian kita sebagai pendidik bisa menyadari akan adanya perbedaan-perbedaan tersebut dan dapat memilih metode-metode yang tepat dalam menyampaikan pelajaran. Semua faktor di atas bersangkut paut menjadi satu. Untuk menentukan seseorang berintelegen atau tidak, tidak bisa berpedoman pada salah satu faktor saja, sebab intelegensi adalah faktor total. Dari batasan-batasan yang dikemukakan di atas dapat diketahui bahwa:
a. Intelegensi adalah merupakan faktor total, menyangkut berbagai macam daya jiwa yang erat.
b. Intelegensi hanya dapat diketahui dari tingkah laku atau perbuatan yang nampak melalui “kelakuan intelegensinya”.
c. Intelegensi bukan hanya kemampuan yang dibawa sejak lahir saja, tetapi faktor lingkungan dan faktor pendidikan ikut berperan.
d. Bahwa manusia itu dalam kehidupannya senantiasa dapat menentukan tujuan-tujuan yang baru dan dapat memikirkan dan menggunakan cara-cara untuk mencapainya
Melihat data hasil intelegensi, kita dapat menggunakan tabel klasifikasi di atas sebagai acuan dasar untuk mengetahui tingkat kecerdasan siswa, selanjutnya dapat mengelompokkan kemampuan intelegensi siswa sebagai data penelitian. Meskipun masih ada beberapa psikolog meragukan hasil tes intelegensi karena memandang alat tes atau alat ukur yang digunakan untuk mengetahui IQ seseorang belum cermat, maksudnya tes untuk mengukur intelegensi akademik dan tes untuk mengukur intelegensi praktis seharusnya menggunakan alat ukur yang berbeda. Namun hasil tes itu cukup untuk memberikan gambaran pada kita kemampuan IQ siswa, ditinjau dari segi kemampuan akademik saat ini.
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa tingkat intelegensi siswa yang satu dengan siswa yang lain berbeda-beda. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi intelegensi seseorang sehingga terdapat perbedaan intelegensi seseorang dengan yang lain adalah:
a. Pembawaan, yaitu sifat-sifat dan ciri-ciri yang dibawa sejak lahir, kenyataan menunjukkan ada siswa yang pintar dan ada siswa yang bodoh, meskipun menerima pelajaran yang sama.
b. Kematangan, yaitu kematangan yang berupa fisik maupun psikis, dapat dikatakan matang jika telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsi masing-masing.
c. Pembentukan, ialah segala keadaan di luar diri siswa yang mempengaruhi perkembangan intelegensinya, disengaja atau tidak.
d. Minat dan pembawaan yang leka, yakni dorongan-dorongan yang menuntun manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar.
e. Kebebasan, artinya manusia bebas memilih metode atau bebas memilih masalah sesuai dengan kebutuhan (Ngalim, 1990).
Dengan demikian kita sebagai pendidik bisa menyadari akan adanya perbedaan-perbedaan tersebut dan dapat memilih metode-metode yang tepat dalam menyampaikan pelajaran. Semua faktor di atas bersangkut paut menjadi satu. Untuk menentukan seseorang berintelegen atau tidak, tidak bisa berpedoman pada salah satu faktor saja, sebab intelegensi adalah faktor total. Dari batasan-batasan yang dikemukakan di atas dapat diketahui bahwa:
a. Intelegensi adalah merupakan faktor total, menyangkut berbagai macam daya jiwa yang erat.
b. Intelegensi hanya dapat diketahui dari tingkah laku atau perbuatan yang nampak melalui “kelakuan intelegensinya”.
c. Intelegensi bukan hanya kemampuan yang dibawa sejak lahir saja, tetapi faktor lingkungan dan faktor pendidikan ikut berperan.
d. Bahwa manusia itu dalam kehidupannya senantiasa dapat menentukan tujuan-tujuan yang baru dan dapat memikirkan dan menggunakan cara-cara untuk mencapainya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar